PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT I MALUKU DALAM PJP I
Perkembangan
kependudukan di Propinsi Maluku selama PJP I menunjukkan telah menurunnya laju pertumbuhan
penduduk dari 2,88 persen per tahun dalam periode
1971-1980 menjadi 2,78 per tahun dalam periode 1980-1990. Dibandingkan dengan
laju pertumbuhan penduduk di kawasan timur
Indonesia dan di tingkat nasional, yang masing-masing sebesar 2,4 persen
dan 1,97 persen per tahun dalam periode 1980-1990, laju pertumbuhan penduduk
propinsi ini termasuk tinggi.
Dalam PJP I pembangunan Propinsi Maluku telah
meningkat dengan cukup berarti. Pada tahun 1990 produk domestik regional bruto (PDRB) nonmigas Propinsi Maluku atas dasar
harga konstan tahun 1983 adalah sebesar Rp834.304 juta. Jika dilihat dari
pangsa sumbangan sektoral terhadap pembentukan PDRB nonmigas, sektor pertanian
memberikan sumbangan tertinggi (35,63
persen), diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran (21,13
persen), sektor jasa (12,9 persen), dan sektor industri pengolahan (12,35
persen).
Dalam periode
1983-1990 laju pertumbuhan PDRB nonmigas tercatat
sebesar 8,45 persen per tahun. Sektor yang menunjukkan pertumbuhan cukup tinggi adalah sektor industri pengolahan (23,2 persen); sektor bank dan lembaga keuangan lainnya
(22,5 persen); serta sektor listrik, gas dan air minum (13,6 persen).
PDRB nonmigas per kapita pada tahun 1990 atas
dasar harga konstan tahun 1983 mencapai Rp450 ribu. Dibandingkan dengan angka
tahun 1983 yang besarnya Rp311 ribu, terjadi peningkatan dengan laju
pertumbuhan rata-rata sebesar 5,31 persen per tahun.
Laju pertumbuhan
perekonomian Daerah Tingkat I Maluku yang
cukup pesat tersebut didukung oleh laju pertumbuhan ekspor nonmigas rata-rata sebesar 11,3 persen per tahun
antara tahun 1987 dan 1992 dengan komoditas andalan produk pengolahan hasil perikanan,
perkebunan, dan hasil hutan
Pembangunan di bidang kesejahteraan
sosial telah menghasilkan tingkat kesejahteraan sosial yang lebih baik yang ditunjukkan
oleh berbagai indikator. Jumlah penduduk
melek huruf meningkat dari 76,97
persen pada tahun 1971 menjadi 92,58 persen pada tahun 1990, angka kematian bayi per seribu kelahiran
hidup turun dari 126 pada tahun 1971 menjadi 66 pada tahun 1990.
Demikian pula, usia harapan hidup penduduk
meningkat dari 49,2 tahun pada tahun 1971 menjadi 60,9 tahun pada tahun
1990.
Peningkatan kesejahteraan tersebut
didukung oleh peningkatan pelayanan kesehatan yang
makin merata dan makin luas jangkauannya. Pada tahun 1990 telah ada 18 unit
rumah sakit dengan kapasitas tempat tidur 1.584 buah, dan pusat kesehatan
masyarakat (puskesmas) serta puskesmas pembantu sebanyak 516 unit dengan jangkauan pelayanan mencakup luasan
144,4 kilometer persegi dengan penduduk yang dilayani sebanyak 3.587
orang per puskesmas termasuk puskesmas
pembantu. Keadaaan ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan keadaan
tahun 1972, dengan jumlah puskesmas baru mencapai 24 unit dengan jangkauan
pelayanan mencakup luasan 3.104,4 kilometer persegi dan penduduk yang dilayani
sebanyak 46.707 orang per puskesmas.
Tingkat pendidikan
rata-rata penduduk Maluku telah menunjukkan kemajuan yang berarti, seperti
diperlihatkan oleh angka partisipasi kasar sekolah dasar (SD) yang pada tahun
1992 telah mencapai 116,8 persen, dibandingkan tahun 1972 yang baru mencapai 96,9 persen. Angka partisipasi tahun 1992
tersebut lebih tinggi daripada tingkat nasional, yaitu sebesar rata-rata
107,5 persen. Tingkat partisipasi pendidikan ini didukung oleh ketersediaan sekolah yang makin meningkat. Pada
tahun 1992 telah ada 2.530 unit SD
yang berarti telah meningkat dibandingkan dengan tahun 1972 yang baru
berjumlah 1.227 unit. Peningkatan jumlah SD dan murid didukung oleh peningkatan
jumlah guru.Pada tahun 1992 tercatat
16.153 orang guru dan setiap guru SD melayani
23 murid.
Pembangunan daerah
Maluku didukung oleh pembangunan prasarana yang
dilaksanakan, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Di bidang
prasarana transportasi sampai dengan tahun
1992 telah dibangun dan ditingkatkan prasarana transportasi darat
meliputi dermaga penyeberangan, serta
jaringan jalan yang mencapai 4.545 kilometer. Ketersediaan jaringan
jalan telah makin baik, seperti terlihat pada
tingkat kepadatan yang mencapai rata-rata 69,5 kilometer per 1.000 kilometer
persegi. Ketersediaan prasarana transportasi lainnya yang mendukung
pembangunan daerah seperti prasarana
transportasi laut dan transportasi udara juga telah meningkat. Propinsi Maluku memiliki 89 pelabuhan Laut yang
54 di antaranya telah memiliki
fasilitas dermaga dan 15 buah yang telah memiliki fasilitas pergudangan. Dari seluruh pelabuhan yang ada, tiga pelabuhan,
yaitu Ambon, Ternate, dan Banda yang telah diusahakan secara komersial, sedangkan sisanya merupakan pelabuhan nonkomersial
dan berfungsi sebagai pelabuhan perintis, pelabuhan khusus industri, dan pelabuhan
rakyat. Sistem transportasi laut di
Maluku saat ini telah dilayani oleh sarana pelayaran laut dan antarpulau yang
pelayanannya berskala nasional, regional dan lokal, seperti armada kapal penumpang Pelni, nusantara, perintis, dan armada rakyat, yang juga melayani
penyeberangan antarpulau atau antarpusat permukiman. Transportasi udara di
propinsi ini dilayani oleh lima bandar udara dengan Bandara Pattimura di Ambon
sebagai bandar udara utama, dan bandar udara lainnya adalah Bandara Babullah di
Ternate, Galela, Labuha, dan
Bandaneira. Selain itu, di Maluku ada 7 bandar udara perintis yang tersebar lokasinya di beberapa pulau
Di bidang
pengairan, meskipun masih terbatas, telah ada peningkatan prasarana pengairan,
seperti bendung dan jaringan irigasi. Pada tahun 1993 jaringan irigasi yang ada
telah mengairi sawah sekitar 17.000 hektare
sehingga membantu peningkatan dan menunjang produksi pertanian.
Penyediaan
prasarana kelistrikan di propinsi ini dilayani oleh Perusahaan Umum Listrik
Negara (PLN) Wilayah IX, dan sampai dengan tahun 1991 telah menghasilkan daya terpasang
sebesar 81,28 megawatt.
Investasi yang
dilakukan oleh Pemerintah di Maluku melalui anggaran pembangunan yang
dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) menunjukkan
kecenderungan yang meningkat. Alokasi anggaran pembangunan yang berupa dana bantuan pembangunan daerah
(Inpres) dan dana sektoral melalui
daftar isian proyek (DIP) dalam Repelita IV dan V masing-masing
berjumlah Rp515,2 miliar dan Rp875,0 miliar.
Pendapatan asli
daerah (PAD) juga menunjukkan peningkatan yang cukup berarti, dengan rata-rata pertumbuhan
selama Repelita V sekitar 31,75 persen per tahun. Dalam masa itu PAD
telah meningkat dari Rp2,15 miliar pada tahun
1989/1990 menjadi Rp6,5 miliar pada tahun 1993/94. Peningkatan yang
cukup berarti dari PAD dan bantuan pembangunan daerah dari tahun ke tahun
mempengaruhi pula peningkatan belanja pembangunan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tingkat I Maluku.
Pada tahun pertama Repelita V belanja
pembangunan daerah berjumlah Rp19,5 miliar dan pada tahun terakhir Repelita V
meningkat menjadi Rp73,6 miliar. Bagian terbesar dari belanja pembangunan
dipergunakan untuk membangun prasarana, khususnya prasarana transportasi.
Investasi swasta
telah menunjukkan peningkatan. Gejala tersebut terlihat dari jumlah proyek baru penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang disetujui Pemerintah
dalam masa empat tahun
Repelita V, yaitu 71 proyek PMDN dengan nilai Rp 1, 34 triliun dan 3 proyek penanaman modal asing (PMA) dengan nilai US$60,1 juta.
Rencana tata ruang wilayah (RTRW) propinsi
daerah tingkat I yang berupa rencana struktur
tata ruang propinsi (RSTRP) dan RTRW kabupaten/kotamadya daerah tingkat II yang
berupa rencana umum tata ruang kabupaten (RUTRK) telah selesai disusun,
meskipun pada akhir PJP I sedang dalam proses untuk ditetapkan sebagai
peraturan daerah.
Pendapat dan Kritik yang bisa diambil , menurut saya
Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi dibutuhkan tenaga kerja yang berkualitas dan produktif. Kondisi
ketenagakerjaan di Propinsi Maluku ditandai dengan masih besarnya jumlah tenaga
kerja di sektor pertanian yang produktivitasnya relatif rendah, terutama di
sektor pertanian tradisional, dibandingkan dengan tenaga kerja yang terserap di
sektor nonpertanian khususnya industri dan jasa. Sektor industri dan jasa, yang
berperan sebagai penggerak percepatan laju pertumbuhan ekonomi daerah,
memerlukan tenaga kerja dengan produktivitas yang tinggi. Di Propinsi Maluku
kondisi tenaga kerja yang tersedia umumnya belum memenuhi tuntutan tenaga kerja
yang berkualitas, khususnya dalam sektor ekonomi yang cepat
pertumbuhannya. Dengan demikian, untuk mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi Propinsi Maluku, tantangannya adalah membentuk serta mengembangkan sumber daya manusia
yang berkualitas, yaitu sumber daya
manusia yang produktif dan berjiwa
wiraswasta yang mampu mengisi, menciptakan, dan memperluas lapangan kerja dan
kesempatan berusaha.
Untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi yang besar, sedangkan kemampuan
investasi pemerintah terbatas sehingga
untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan
peningkatan investasi oleh masyarakat khususnya dunia usaha. Sehubungan dengan
itu, Propinsi Maluku harus mampu menarik dunia usaha agar menanamkan modal
untuk mengembangkan potensi berbagai sumber daya pembangunan di propinsi ini.
Dengan demikian, Propinsi Maluku dihadapkan pada masalah untuk menciptakan
iklim usaha yang menarik bagi investasi masyarakat dan dunia usaha. Dalam
rangka menciptakan iklim usaha yang menarik di daerah, tantangannya adalah
mengembangkan kawasan dan pusat pertumbuhan yang dapat menampung kegiatan ekonomi, memperluas kesempatan
kerja, dan sekaligus memenuhi fungsi
sebagai pusat pelayanan.
Pertumbuhan ekonomi yang perlu dipercepat membutuhkan dukungan prasarana dasar yang memadai, antara lain transportasi, tenaga listrik, pengairan, air bersih, dan
telekomunikasi. Meskipun telah meningkat, ketersediaan prasarana dasar daerah
Maluku belum memenuhi kebutuhan dan tuntutan kualitas pelayanan yang terus
meningkat. Untuk daerah yang kondisi geografisnya seperti Maluku,
diperlukan suatu sistem transportasi
antarmoda, terutama laut dan udara yang menekankan sistem transportasi
regional, pelayaran antarpulau oleh pelayaran armada rakyat yang terpadu dengan pelayaran perintis dan pelayaran nasional,
serta sistem transportasi darat yang dapat meningkatkan keterkaitan wilayah produksi dengan pasar. Untuk meningkatkan efisiensi ekonomi, terutama dalam distribusi
barang dan jasa, diperlukan dukungan prasarana dan sarana transportasi yang memadai. Di pihak lain ada keterbatasan
kemampuan pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk membangun
prasarana dan sarana transportasi guna
mempercepat pembangunan daerah ini. Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi
adalah meningkatkan ketersediaan dan kualitas serta memperluas jangkauan
pelayanan prasarana dasar, khususnya sistem transportasi antarmoda terutama laut dan udara secara terpadu dan optimal, dengan
mengikutsertakan dunia usaha.
Baguuss
BalasHapusokee
BalasHapus